Ini adalah sudut favoritku. Ya, sudut cafe Oranje berlantai dua yang menghadap ke jalanan, secara langsung bisa melihat lalu lintas kota. Saya paling suka duduk di sudut ini saat malam hari, sehabis bergulat dengan rutinitas sehari. Ditemani secangkir kopi, tiramissu, terkadang nasi goreng Oranje menghabiskan beberapa jam di sudut nyaman ini. Pemandangan lalu lintas malam menjadi teman setiaku di cafe ini.
Pikiranku melayang ke percakapan dengan Bisma beberapa hari lalu. Percakapan mengenai esensi sebuah kebahagiaan. Yang sukses membuat saya termenung sampai sekarang.
“Bisma,kamu bahagia dengan kehidupanmu sekarang?”
“Menurutmu?” tanya Bisma sambil menghembuskan kepulan asap rokok.
“Ambigu.” seruku
“Apakah kebahagiaan sebatas jasad saja kah? Yang rapi dilihat mata, santun terdengar di telinga, manis dirasa di lidah?” tanya Bisma dengan sebuah senyuman.
Saya terdiam .. Berpikir, mencerna kalimat yang barusan terucapkan.
“Bahagia sebatas jasad?”
“Iyah, bahagia jika punya gadget yang banyak seperti punyamu itu, bisa travelling kemana saja, membeli barang bermerk. Apakah kamu bahagia dengan semua itu?” terangnya panjang lebar seraya mematikan rokoknya.
Saya terdiam lagi, sambil mengerutkan kening dan menggeleng secara spontan. Lelaki didepanku ini selalu membuat saya kehilangan kata-kata.
“Jika kebahagiaan masih terdefinisi dengan panca indra apa itu disebut kebahagiaan? “tanya Bisma santai sambil mengaduk gula kedalam kopinya.
“Ahh Bisma selalu ambigu, aku gak ngerti ah..pusiing.” kataku ngambek sambil melipat kedua tangan didepan dada.
Pandangan ku alihkan ke jalanan yang mulai sepi dari padatnya lalu lintas, temraman lampu kota membuat jalanan seperti potongan yang klasik. Enak dipandang mata.
“Coba dijelaskan lebih detail lagi soal konsep kebahagiaanmu Bisma.”
“Kebahagiaan itu sama dengan momentum. Momentum itu sama dengan energi. Tau rumus energi?”
Ahh senyum Bisma manis sekali diwajahnya yang semi oriental itu. Senyum yang selalu membuat saya betah berlama-lama untuk ngobrol.
“Lah kok udah nyampe fisika, gimana sih. Apa hubungannya fisika sama kebahagiaan?”
“Ya ada hubungannya nimas Amba. Jadi, energi itu sama dengan mc2 kan. M adalah massa, massa itu dalam kehidupan adalah hal yang stagnan seperti rezeki, kelahiran dan jodoh. Sedangkan C adalah kecepatan, nah kecepatan dalam kehidupan itu adalah hal-hal yang terjadi setiap harinya. Untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan harus bisa mengkolaborasikan kedua hal ini. Dengan satu syarat, bahwa hari ini lebih baik dari hari kemarin. “ terangnya panjang lebar.
“Bisa-bisanya kamu mengkonversi rumus abadi itu dalam kehidupan hehehe good point. Jadi, bahagia itu tidak harus menunggu dan tergantung waktu yah. Kalo hari ini tidak lebih baik dari kemarin berarti kita tidak bahagia yah?”kataku sambil menyantap potongan tiramissu yang terakhir
“Ya iyah to, tapi dalam sehari itu ada banyak kejadian bukan, tidak satu kejadian aja. Jadi pada intinya kita itu tiap hari bisa bahagia dengan cara masing-masing. Yang membuat tidak lebih baik dari hari kemarin itu bersumber dari kemalasan saja.”
Saya suka melihat Bisma menyesap kopinya, seakan kopi itu seperti candu yang tak bisa dilepasnya.
“Begitu yah…”
“Dan satu hal nimas Amba. Hiruplah napas ketenangan, hembuskan napas ketentraman. Niscaya pasti akan bahagia.” Senyum mengembang dari wajahnya.
Percakapan terhenti karena cafe sudah mau tutup dan kami adalah pengunjung terakhir. Sehabis membayar bill, Bisma mengantarku pulang ke rumah karena malam semakin larut.
**
Saya menyesap perlahan kopi yang perlahan mulai dingin. Ternyata sesimple itu kebahagiaan. Selama ini kita selalu mencari kebahagiaan yang terlalu tinggi ekspektasinya. Bahwa kebahagiaan itu jika memiliki sebuah keluarga, mempunyai rumah, bergelimang harta, tapi pada dasarnya kebahagiaan itu datang dari kita sendiri, bagaimana kita menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Dan disitulah kebahagiaan yang hakiki.
Malam ini saya tidak ingin berlama-lama di cafe ini, ingin menghabiskan malam dengan membaca buku. Hal yang sudah lama tidak saya lakukan. Ku rapikan gadget yang berserakan, menyisir rambut dan memakai lipstik nude. Ku tinggalkan selembar seratus ribu dan beranjak dari cafe itu.
Ku melangkah pelan menuju parkiran. Percakapan itu sangat berkesan, membuat saya menjadi lebih semangat untuk menjadi orang yang bahagia tiap hari, tak terhingga. Senyum mengembang diwajahku, saat melihat layar Samsungku, sebuah nama yang selalu kurindukan. Bisma.
hai boleh kenalan.. #halagh
menarik ceritanya…salam kenal yaa..
Sengaja saya kutip kalimat itu, dan juga saya quote…
Ada yang ingin sedikit aku tanggapi Ran…. Utamanya mengenai rejeki, kelahiran dan jodoh (saya tambah kematian juga wis)
Dan 4 faktor itu saya rasa tak jauh meleset dari judul journal ini, KEBAHAGIAAN
Untuk meyakini kalimat “Kelahiran, kematian, jodoh, dan rejeki adalah STAGNAN dan acapkali akhirnya kita TERLALU menyerahkannya ke Tangan Tuhan”, semoga masih bisa di ulas kembali.
Ada satu kehendak Tuhan yang tak selalu menjadi tersurat pun tersirat, lebih dari itu adalah pencernaan kita untuk mamu memaknai tuturkata yang telah ada. Yaitu bahwa kesadaran tentang Tuhan yang sedang berproses menyapih kita? (menyapih = tak bergantung pada induknya)
Mungkin tinggal kelahiran dan kematian yang sejauh ini masih menjadi murni kekuasaan-Nya. Walau tak jarang urusan kelahiran sekarang sudah mulai dilepasNya pelan-pelan. Yaitu dengan tehnologi caesar yang manusia bisa menentukan sendiri tanggal kelahiran sang anak. Pada posisi ini sebenarnya sayapun kurang setuju, namun ada yang bisa kita serap maknanya, bahwa wilayah reproduksi sudah semakin terbuka. Manusia sudah berhasil memetakan genome system dan seterusnya.
Sedang mengenai rejeki dan jodoh, sepertinya tak semudah itu kita lalu mengambil keputusan bahwa kuasa ada di tangan-Nya, ada tak sedikit yang juga diserahkan kepada manusia. Hanya saja ada yang bisa kita cerna lagi bahwa para welas-asih masih memakainya untuk memberi ketabahan bagi yang KALAH atau yang tak pintar mendapat pasangan. “Memang dia belum jodohmu, Tuhan belum memberikannya buatmu” Ujarnya, Dan bisa jadi sambil becanda dia juga berkata “Kalau besuk lagi mau PDKT, sikat gigi dululah!”.
Sampai disini semoga kitapun tak menutup mata, lantaran para petutur kata itu acapkali lupa bahwa Nabi sempat mengeluarkan sebaris kalimat “Urusan akhirat ikutlah aku, urusan duniawi, umatku yang lebih tahu”.
Jadi dalam mencapai kebahagiaan dari yang stagnan itu saya rasa tak tepat kalau harus secara instan dalam melalui proses mendapatkannya, dan ketika belum mendapatkan lalu berujar “ah itu urusan Tuhan”, sebagaimana dalam jodoh janganlah dibawa-bawa lagi kalau Anda (saya) tak laku.
Balik lagi pada pokok bahasan “Kebahagiaan”, -bahkan dalam hal apapun- memang tak salah menempatkannya pada sisi obyek, akan tetapi sadarkanlah diri bahwa kebenarannya kita ini adalah SUBYEK.
Di akhir coretan komentar yang -maaf- amat panjang ini, bukan kehendak saya menomor-duakan Tuhan, karena saya masih TERAMAT YAQIN dengan kuasa-Nya. Lebih dari itu adalah bahwa hal ini tertulis untuk menyikapi diri agar janganlah kita menjadi ‘cengeng’.
Thanks Ran…
oh berati bisa ya ninggalin uang di meja gitu, ga perlu ke kasir ya bayarnya..
sumpah aku yg wong ndeso ga ngerti blas, hahahahahaha…
btw banyak banget 100 ribu..!!!!
*ngacir…*
Banyak orang berusaha mencari kebahagiaan, uang yang banyak, jabatan tinggi, rumah mentereng, jalan-jalan ke eropa. Kebanyakan kebahagiaan diukur dari situ.
Tetapi sebenarnya kebahagiaan itu tidak pernah kemana-mana. Kebahagiaan ada dalam diri kita, ketika kita mampu bersyukur atas apa yang telah ada pada kita hari ini.
Setidaknya bersyukur bahwa kita masih diberi hidup utk saat ini.
Betul kan mbak Ranny?
klo orang lg bhagia pasti lupa akan ksdihannya., namuh setelajh bahagianya lewat, baru teringat lagi hehe.,
kadang orang sulit untuk mencari kebahagiaan., namun kbahagiaan dari segi apa hehe., maaf ngelantur., lam kenal ya.,
semoga bahagia senantiasa hadair
“bahagia adalah sesuatu yang membuat kita merasakan indah nya hidup didunia dan kita betah berlama lama berada pada waktu itu”