Pukul 2:57
Saya berhenti sebentar untuk mengedit karena masih menunggu satu penulis menyelesaikan artikelnya.
Di luar hujan, tidak begitu deras tapi tidak juga rintik-rintik. Tapi, anginnya dingin, adem.
Sudah beberapa bulan belakangan ini kota Solo kering kerontang. Panasnya, ampun.
Ibu Bumi tengah ‘ngambek’ karena ‘tubuhnya’ tidak dijaga dengan baik oleh anak-anaknya. Setidaknya, saya bersyukur, cuaca panas jadi tidak khawatir basah-basahan kalau mesti jemput anak-anak.
Aktivitas saya sejak bulan Juni makin padat. Alhamdulilah.
Masih bisa bekerja, menabung, membayar ini itu, ngasih ke orang tua dan jajan tentunya. Perasaan saya senang, karena bisa menabung lebih dari biasanya. Target untuk sekian sekian rupiah saat Lebaran nanti, insya Allah bisa terwujud. Amin.
Apa kabar kesehatan?
Baru kali ini, tingkat konsumsi es naik secara signifikan. Halah.
Sejak operasi sinus hmm, tepatnya dari dulu sih, kami terbiasa tidak mengonsumsi es oleh mama. Terlebih operasi sinus di tahun 2014, saya memutus hubungan dengan es.
Demi apa? Demi sehat dong.
Saya suka ngeri kalau gejala flu sudah menyapa. Karena pengalaman tiba-tiba divonis sinus dan harus operasi itu, masih bikin saya bergidik.
No more anesthesia.
O ya, yang paling bikin saya alhamdulilah sekali adalah kondisi tubuh kakak semakin membaik. Sejak April, tidak ada lagi sakit batuk tiap bulan.
Kadang saya suka berpikir, emang vibes seorang mama itu sangat berpengaruh terhadap anak. Sebisa mungkin berpikir positif, memberikan banyak pelukan ke mereka, menjadi bestie mereka.
What else?
Hmm, beberapa hari ini paska keluar hasil kesehatan mama, hati saya kosong. Apa ya, seperti mengambang, tidak tahu mau ngapain, bingung.
Satu hari, saya nggak bisa tidur, saya tidur kira-kira pukul 1 dini hari. Menjalani hari itu mesti memaksakan tubuh dan pikiran untuk bergerak serta berpikir. Karena ada tanggung jawab pekerjaan yang harus saya selesaikan.
Berhasil? Iya. Tapi ketakutanketakutan itu kerap muncul. Takut akan kehilangan.
Tadi malam saya bercerita dengan mama via telepon. Saya senang, mama tidak menangis, dia dengan semangat bercerita.
“Mama harus sehat, kan insya Allah Februari tahun depan Adel mau wisuda. Terus insya Allah Lebaran kami pulang.”
Mama jawab iya tapi tidak menangis.
Mama, sama-sama kita berjuang ya. Mama kuat, mama hebat.
Okay, sudah 3.08 yang berarti saya harus balik langi mengedit. Sekarang tiap menit itu berharga.
Hai, kamu yang baca tulisan ini, semoga sehat ya dan bahagia senantiasa melingkupi.
Ran, apapun sakit mama, semoga bisa sembuh seperti sedia kala yaa ??. Paham kok rasanya kalo ortu didiagnosa sakit. Krn aku ngerasain THN lalu pas tahu papa kena kanker. Awalnya memang berat, nangis Mulu. Padahal papa malah kliatan semangat buat sembuh. Tapi skr, kami mikirnya positif aja deh. Ga usah mikir jelek, mendingan mikirin apa yg mau dilakuin bersama2 dengan papa mama. At least kejadian ini malah bikin kami JD kompak semuanya.
Faan, thanks ya untuk sharing cerita. Ada yang berbagi cerita seperti ini jujur menguatkan hati untuk lebih lapang menerima semua hal.