Ada hal-hal yang tidak kukatakan padamu pada pagi itu.
Rasanya terlalu lekas, sementara aku sedang tidak ingin bergegas. Ada yang lucu, menggemaskan, mencemaskan dalam menunggu. Aku tahu, aku banyak tertawa dan bilang, “Itu hanya bercanda”, sebenarnya tidak juga. Mungkin saat ini aku mulai bersungguh-sungguh, tak ada tanda titik koma dan kurung tutup atau titik dua dan huruf P di belakang semua perkataanku.
Sulit melepasmu atau kamu melepasku, atau sesungguhnya kita saling melepaskan pagi itu. Sesungguhnya aku sedikit sedih, sedikit kehilangan, sedikit terkejut karena bisa merasakan semua itu. Dan kita berkali-kali mengucapkan, “Selamat tinggal” tetapi tidak ada di antara kita yang beranjak pergi.
Dan aku menemukan diriku di sisimu lagi, dan kamu di sisiku lagi, lalu kita menendang-nendang kaki satu sama lain di bawah meja secara sembunyi, kemudian menyelinap ke taman untuk mengucapkan, “Selamat tinggal”, lagi, tetapi. Kita bahkan masih tidak ingin berjarak meski hanya satu mili.
Aku pergi. Kamu pergi.
Aku pikir akan kehilangan dirimu pada pagi itu. Aku sudah terbiasa melihat punggung-punggung yang menjauh, tetapi sesering apapun tetap saja masih terasa sedih. Jadi aku tidur saja seharian itu. Karena aku tidak ingin menangis. Rasanya terlalu dramatis.
“It’s not me…”
Dan besok, aku sudah siap mengucapkan selamat tinggal betapapun aku benci perpisahan yang dilakukan seorang diri.
diksinya maak Raaan..selalu keren
Mak Ran..huhuhu.. Seperti ingin tapi tak.ingin yaa.. Galau..huhuhh
Waduh bikin baper kalau ngomongin soal perpisahan. Jadi inget yang dulu2 🙁
jangan menangis kalau gitu ya