Kusapukan riasan tipis di wajahku. Kukenakan kemben, kain panjang dan mahkota. Kutatap bayanganku di kaca. Sempurna. Sosok Dewi Shinta melekat erat dalam diriku.
Aku tak sabar menanti giliranku untuk tampil.
Ini adalah kali kesekian aku memerankan Dewi Shinta. Tak terhitung berapa banyak tempat yang telah kudatangi untuk mementaskan kisah Ramayana. Semua terpesona dengan wajah dan gemulai tubuhku, menarikan peran Dewi Shinta.
“Lastri, apa-apan kau ini?!” sebuah suara menghardikku.
“Sebentar lagi, aku akan pentas, mas.” jawabku.
“Pentas? Kau sudah gila? Mana mau aku kasih peran Dewi Shinta pada wanita yang sudah uzur dan penuh keriput! Masamu telah usai, Lastri.”
Aku terdiam.
**
Sumber foto tourismnews.co.id
Diikutsertakan dalam #FF100Kata
wouwww….penari yang abadi mungkin ya
kisah dewi sinta yang sudah tua aja narinya, kasihan masa sudah tua dibuang
@Teh Lidya : kalo ud tua gak menjual T_T
Oh oh… saking cintanya dg menari, nggak mau berhenti yaa
baguuuus!
@Mbak Tyka : horee..makasih mbakk :*
Heh? Udah uzur? Haduhhh..
@Meliya : hu’h
kesiannnn
@Jiah : banget
ehh.,,