Prompt #51 : Bintang Jatuh

Menyaksikan-bintang-jatuh-dari-Smartphonesumber : informasitips.com

Udara malam ini begitu menusuk hingga ke tulang. Aku merapatkan jaket dan menyilangkan kedua tanganku ke dalamnya. Kuedarkan padangan ke sekeliling. Sebuah bangku panjang dari besi ukir berwana putih pudar masih berdiri dibawah tanaman rambat sulur yang melengkung manis di atasnya. Di samping bangku, beragam tanaman pot menghias bak taman putri raja. Aku termenung menatap bangku itu. Lalu, melangkah dan duduk pelan agar tidak menimbulkan derit khas bangku tua.

Tak ada yang berubah dari rooftop kafe ini. Masih sama seperti dua tahun silam ketika aku dan Gea sering menikmati malam yang beranjak naik sambil bercerita tentang apa saja diselingi tawa dan pelukan.

Aku menengadah. Langit malam berhias gemintang. Sebelah utara, rasi biduk nampak jelas.

Dan.. Bintang itu! Sebuah bintang berlalu dengan cepat dan menghilang entah ke mana.

10.30 pm. Ada bintang jatuh, Gea.

Aku tak ingin mengucapkan permintaan. Sudah cukup bagiku sekali meminta pada bintang itu. Tapi, apa yang kudapat?

“Andro, bintang jatuh! Ayo ucapin permintaan!” ucap Gea memelas. Aku pun menutup mata dan merapal sebuah permintaan.

Potongan demi potongan kejadian melintas bak film di benakku. Sontak, kepalaku berdenyut.

Selepas kejadian itu, kami berdua pulang. Di tengah perjalanan, ada sebuah truk oleng dan menabrak mobilku. Aku tak sadarkan diri 3 hari. Aku bangun dengan pandangan kelam. Aku buta. Aku mencari Gea, aku bertanya berkali-kali tapi tak ada yang menjawab. Hari kelima di rumah sakit aku mendapat kabar bahwa ada yang mau mendonorkan mata untukku. Tapi, entah mengapa jiwa ini tak tenang . Operasinya berjalan lancar, aku bisa melihat kembali. Sekali lagi aku bertanya tentang Gea, tapi semua orang tiba-tiba menjadi bisu.

Sebulan berlalu, kondisiku mulai pulih. Aku memaksa Dani, sepupuku, untuk bercerita tentang Gea. Dia hanya diam dan mengajakku ke satu tempat. Aku tertegun, tubuhku lemas. Sebuah plang kayu bertuliskan : Pekuburan Kalimangi, berdiri kokoh di hadapaku. Dani membawaku ke satu pusara yang bertuliskan nama yang kuhafal mati.

Gea Ayuningsih

1 Januari 1982 – 20 Juni 2012

“Arrrghhh..” jeritku tertahan. Dua tahun berlalu tapi luka ini masih menganga.

Andai aku tak mengucap permintaan kala itu, tak akan seperti ini, Gea! Ya, aku mengucap ingin bersamamu selamanya. Tapi bukan begini caranya. Aku ingin memiliki raga dan jiwamu, bukan hanya matamu saja, Gea..

2 Comments

  1. ndop 16 June 2014
  2. Beauty Shop 14 June 2014

Leave a Reply