Aku menatap ke luar jendela. Langit berwarna kelabu dan sepertinya hujan akan turun. Tapi, hal itu tak mengurungkan niatku untuk ke CupCake Shop! Hari ini lewat sehari dari waktu yang diberikan dokter untuk tidak keluar rumah. Cukup sudah dua minggu yang membosankan tanpa mengerjakan apapun di rumah. Hari ini pula, hari terakhir cutiku. Tak kuhiraukan suara yang menggelegar di langit. Kuikat rambut panjangku agak tinggi, kusapukan bedak tipis, sedikit blush on berwarna peach, eye liner dan lipstik berwarna pink. Baiklah, wajahku sedikit cerah tidak seperti zombi yang sakit.
“Ma, aku jalan bentar, ya.”
“Ke mana?” tanya mama dengan kening mengkerut melihatku.
“Jalan bentar saja, Ma,” balasku dengan senyum lebar.
“Iya, tapi sepertinya mau hujan.”
“Andrea bawa payung, kok. Gak lama aja. Yah, Ma. Please…” rayuku dengan tatapan memelas.
Mama tersenyum. “Ya udah, hati-hati. Kalo hujan deras biar adikmu jemput.”
“Siap, Ma!” Kukecup pipi mama lalu berlari kecil menuju pintu.
Setitik butiran air jatuh di kepalaku. Aku menengadah. Langit begitu kelam. Dan tak lama berselang, butiran kecil pun jatuh makin deras. Segera kubuka payung dan melangkah pelan.
Kafe ini tak jauh dari rumah, hanya berjarak satu blok saja. Menikmati jalanan sore hari adalah kesukaanku. Melihat orang-orang dari dua arah berlawanan berjalan dengan gegas, pundak yang bersinggungan, gelak tawa dari bibir-bibir tipis, tatapan kosong, tangan yang bertaut erat, semua itu bisa kunikmati di kala sore hari. Pemandangan yang meneduhkan bagiku.
Langkahku berhenti seratus meter dekat CupCake Shop. Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan. Berharap agar detak jantung ini bisa kembali normal.
Baiklah, tolong kerja samanya, jangan buat aku tampak bodoh ketika bertemu dengannya. Setidaknya, jangan buat aku terkena serangan jantung karena kinerja kamu yang dua kali lebih rajin dari biasanya!
1.. 2.. 3.. Cmon!
Kuputar gagang pintu. Seketika bel di atasnya berdentang. Dan, sial! Payungku tak bisa ditutup! Aku menoleh ke dalam kafe. Sesosok lelaki berdiri mematung melihatku. Tatapannya begitu menghunjam membuat lutut ini lemas. Demi Zeus penguasa Yunani, terkutuklah payung ini!!
**
Kafe hari ini terasa sepi. Mungkin cuaca di luar sana yang membuat orang malas untuk keluar. Lagu yang mengalun membuatku terasa tersedot ke zaman ’90-an. Tembang lawas dari grup band yang cukup terkenal di kala itu, Indecent Obsession. Pasti Farel yang putar lagu ini! Sejam ini, lagu yang mengalun semuanya dari era ’90. Aku menoleh ke luar jendela. Memangnya ada lady rain seperti lagu ini? Aku tertawa kecil, ini kan hanya lagu saja. Kualihkan pandanganku ke smartphone di genggaman.
Lady rain.. I heart u at my window
Lady rain.. I need u softly falling on my face
Why did the sunshine coming and take u away
I’d wait for u again my lady rain..
Dua minggu berlalu dan tak ada tanda sedikit pun gadis itu akan kembali ke kafe ini. Kuhembuskan napas dengan kesal.
Tringg.. Triingg..
Lonceng di atas pintu berdentang. Pertanda ada pengunjung. Sesosok perempuan berbalut jaket berwarna hitam, rambut panjang membelakangiku. Tangannya sibuk menutup payung. Setengah tubuh berada di dalam dan tempias hujan dari luar membuat pintu tergenang air. Mataku terpaku. Dia..
“Bisa kubantu?” ucapku pelan.
Perempuan itu menoleh dan wajahnya seakan terkejut melihatku. “Eh.. ini, payungku macet.”
Aku mendekatinya, lalu mengambil alih payung dari tangannya. Tak sampai semenit, payungnya berhasil kututp lalu kulipat.
“How can u do it?” ucapnya dengan wajah takjub, rona di pipinya masih tersisa, membuatku gemas ingin mencubitnya.
“Simple thing, right? Push the button, tarik sedikit ke atas, lalu ke bawah. Masuk, tubuhmu basah dan kamu membuat lantai depan pintu tergenang air.” Aku menarik lengan kanannya pelan hingga dia berdiri sejajar denganku. “Payungnya kuletakkan di sini, ya.” Tanganku menunjuk bulatan dari besi khusus tempat payung.
Perempuan itu mengangguk dan kembali wajahnya merona.
Aku berjalan menuju meja kasir, mengambil selembar menu dan menyodorkan padanya. “Silahkan dipilih. Mau duduk di mana?”
“Eh, iya… Terima kasih. Duduk di sudut sana saja.” Perempuan itu menerima lembar menu dan tatapannya mungkin sengaja dialihkan.
Perempuan itu berbalik menuju kursi di sudut. Entah kekuatan dari mana, aku menyentuh lengannya.
“Hei, boleh aku tau namamu?” tanyaku cepat.
Dia terkejut, lalu sebuah senyum yang sangat kurindukan menghias di wajahnya.
“Andrea.” Tangan kanannya terulur ke arahku.
“Shayan,” balasku sambil menggenggam erat tangannya. “Boleh aku temani kamu?” Astaga, apa yang barusan aku omongkan?!
Andrea memiringkan kepalanya, tersenyum kembali. “Sure, if ur not busy.”
Senja kali ini tak biasanya. Di luar sana hujan masih deras. Ada kehangatan yang menjalar kala melihat kembali wajahnya. Lady rain? Sepertinya telah aku temukan!
Gadis hujanku, selamat datang kembali. Takkan kusia-siakan kesempatan ini!
**
Part 5
P.S : again my credit photo to Zoran Stojanovic. How many times i must write it >.< Hehehehe Well, this is very new photo of you were make most ur lovely followers confusing with what u want to say Hahahaha :D. After put my shoes on ur position, yeah, must admit, this is an art! U make it so well!! Short shutter speed without tripod ckckkckc to make blur image, don’t u know it’s awesome, huh?! Yeah, one of ur masterpiece. Maybe, u should come here and capture me under the rain! Hahahah it will be great image *too much confident* :p rofl. Beautiful lady rain on blur, i ever seen! 😉