Review Buku : Labirin Rasa

Labirin RasaJudul : Labirin Rasa

Penulis : Eka Situmorang – Sir

Penyuting : Faisal Adhimas

Penerbit : Wahyumedia

Tebal buku : 394 halaman

 

Saya mengenal mbak Eka lewat tulisan di blognya. Mengetahui beliau menerbitkan novel, saya langsung mengontak beliau untuk order novelnya. Berselang beberapa hari setelah inbox di FB, novelnya tiba di rumah. Novelnya spesial karena ada ‘cap bibir’ dari penulisnya. Hehehe

Labirin rasa. Judulnya mencuri perhatianku. Saya suka pemilihan judul novel mbak Eka ini. Jadi bertanya, seperti apa sih labirin rasa itu?

Membaca bab pertama, saya langsung ditarik ke dalam pusaran dunia Kayla. Cerita berawal anjloknya IPK Kayla. Galau pun menyerangnya. Omelan kedua orang tuanya plus ditambah ancaman boikot untuk biaya kuliah jika IPK-nya masih 1, membuat Kayla  memilih untuk menyepi ke rumah eyangnya di Jogja.  Di Jogja, ia menerima wasiat dari eyangkungnya. Sebuah surat berisikan petunjuk bagi Kayla untuk menemukan sang pujaan hati. Pangeran Fajar, begitu ia menyebutnya. Petunjuk sekaligus teka-teki yang menyeret Kayla dalam sebuah labirin. Labirin rasa. Dan dimulailah petualangan Kayla mencari jati diri dan Pangeran Fajar. Kota demi kota dijajaki. Rasa yang selalu membuatnya kembali. Sangat kompleks. Dan pada akhirnya Kayla bisa menaklukkan rasa itu. Selengkapnya baca aja deh!

Karakter Kayla beda dengan novel roman yang –biasa- saya baca. Sangat bertolak belakang. Karakter Kayla yang tegas, mandiri, tidak menye-menye dengan penampilan fisik yang tidak terlalu tinggi, rambut seringnya berantakan dan wajah dipenuhi jerawat, menjadi magnet tersendiri bagi saya untuk terus membaca lembar demi lembar novel ini.

Novel ini menyuguhkan percakapan yang ringan. Tidak kaku dan tidak –terkesan- diberat-beratkan. Semuanya mengalir. Terlebih saat saya diseret lebih jauh untuk mengenal Kayla dengan petualangan demi petualangan yang membuat saya tambah excited  membaca novel ini.

Wisata di tiap kota itu bikin iri banget, apalagi saat honeymoon, asli bikin iri! Karateristik Kayla, cara menghadapi masalah, cara bergaul, wisata di tiap kota dengan detailnya membuat novel ini bernilai plus. Belum lagi quote-quote di tiap bab, membuat saya betah membacanya. O ya, satu hal, sebagai orang MANADO saya gak tau artinya binyo, cukup annoying saya ini.  Overall, saya puas dengan novel ini. Baru kali ini saya membaca novel yang menceritakan sang tokoh dari zaman mahasiswa sampai menikah. Gak gantung! Semua disajikan dengan bahasa ringan dan pengambaran yang detail.

Untuk nilai minesnya, ada pada typo dan lompatan waktu sangat cepat, jadi ngos-ngosan bacanya. Saya menandai beberapa halaman yang ada typo-nya, dengan harapan semoga di cetakan kedua, typo ini udah gak ada lagi.

1.       Hal. 20 – jins ditulis jin

2.       Hal 256 , harusnya Ruben tapi di tulis Patar.

3.       Hal 259, di paragraf kedua sekali lagi salah typo untuk nama, harusnya Ruben tapi di tulis Patar.

4.       Hal 106, “Anak ini kenapa? Apa Dani salah ucap atau dia salah nyolek atau gimana?” gundah Dani dalam hati. Saya sedikit siwer sampe baca beberapa kali. Mungkin salah ketik kali yah. Mungkin yang tepat : “Anak ini kenapa? Apa aku salah ucap atau salah nyolek atau gimana?” (mungkin saja)

5.       Hal 337 – menyanyat, menyayat kali ya? 😀

Itu aja sih, tapi tak mengurangi keasyikan saya membaca novel ini. Sehabis membaca novel ini, saya pun mengusulkan pada suami, jika ke Bali lagi, kudu ke pantai Sanur dan kalo ada rezeki, HARUS ke New Zeland! Gosh, mbak Eka bikin saya mupeng berat. Tanggung jawab! 😀 Dan satu hal, ternyata labirin rasa itu selalu ada dalam kehidupan kita, i felt it *ehem*. Mbak Eka berhasil meramunya dalam sebuah novel romantis.

Selamat buat mbak Eka sudah membuat saya menyukai novel ini dan menyelesaikannya dalam sehari. Lagi bayangin lanjutan novel ini saat Kayla dan Patar memiliki anak disertai konflik rumah tangga, sepertinya bakal seru! Can’t hardly wait for your next novel, mbak.


One Response

  1. Sri Efriyanti Azzahra Harahap 11 September 2013

Leave a Reply