Menjelang pilpres auranya begitu kelam. Saya sangat membecinya. Gimana tidak, media sosial harusnya menjadi media pemberi informasi baik berubah menjadi mata pisau yang siap menghunus kapan saja. Black campaign dimana-mana. Saling menjatuhkan dengan fakta palsu menjadi hal lumrah. Debat kusir yang entah kapan selesai. Semua mempertahankan pilihan dengan cara apapun. Seperti inikah pemilih cerdas?
Dari kesemuanya, yang paling menyakitkan adalah pemaksaan untuk memilih salah satu capres dan diembeli dosa jika memilih salah satunya. Gosh! What the hell is going on?!!
Sesak dada ini ketika menghadapi hal tersebut. Kenapa begitu picik membawa agama hanya untuk membenarkan ego? Dosa itu hubungan dengan Sang Pencipta, apa hal Anda mengatakan saya berdosa memilih capres itu?
Sampai di situ? TIDAK!
Ada pula yang membawa ayat untuk membenarkan (kembali) ego. Ayat dipelintir! Apa tak pernah terlintas bahwa itu dosa? Ayat Al Qur’an itu jangan pernah diartikan secara harafiah. Tafsir pun ada ilmunya, tidak asal sembarang ngejeplak saja. Atau dengan enteng mengatakan : ‘ di rumahmu tidak ada Al Qur’an yang berisi terjemahan dan tafsir?’ *hela napas panjang*. Walaupun ada, sekali lagi, tafsir tidak sembarang tafsir. Ah, sudahlah, toh saya bukan ahli tafsir jadi saya tak ingin sok tahu dengan hal itu.
Di pilpres kali ini, saya merasa adalah pilpres paling PARAH! Entah, ya, dari berapa kali pilpres isu SARA kali ini berhembus begitu kencang. Bahwa, Syiah dan JIL memihak si dua. Bahwa, FPI memihak si satu. Belum lagi, capres si dua orang Cina. Bahwa, si capres dua dari Jawa jadi orangnya lembek. Entar pilih dua, menteri agama kita Syiah. Saya sampai bingung mau ketawa apa meringis.
Kampanye dan debat tak hanya di media sosial saja. Broadcast message di BBM penuh sama menjelekkan capres ini itu. Di grup BBM pun isinya menghujat capres ini itu. Saking kreatifnya, foto-foto pun bertebaran dan dijadikan profil yang menjelekkan capres ini itu. *hela napas lagi*
Dari sekian ratus juta orang di Indonesia, hanya mampu menyaring menjadi dua kandidat. Mungkin kita kekurangan orang-orang yang bisa diusung untuk menjadi presiden kali, ya? Atau memang mungkin itu yang terbaik? Kata sahabat saya, pilihan kali ini, kotoran atau comberan. Saya hanya tertawa mendengar pendapatnya. It’s ok, namanya kebebasan berpendapat. Tapi, dari dua pilihan kita harus benar-benar memilih. Saya memilih untuk tidak golput.
Ketika kita saling menjatuhkan, berdebat tak tahu arah, menyebarkan berita-berita yang entah kejelasannya, di situlah persaudaraan dan persahabatan pun merenggang. Sayang sekali. Fanatik berlebihan, terlalu percaya isu, mempertahankan pemahaman membuat segalanya menjadi chaos. Kacau.
Sebagai muslim kita tidak diajarkan hal-hal di atas bukan. Kita melabeli diri ini muslim, tapi apakah kita sudah benar-benar muslim? Sholat saja masih bolong, masih berani mengkritik cara wudhu orang lain. Mungkin kaca sudah tidak ada di Indonesia.
Inilah fenomena yang terjadi, tidak bisa dipungkiri. Kita masih saja berkutat di halal-haram, cara berwudhu, padahal di luar sana sudah membuat pesawat ulang alik. Kita masih berdebat pada hal-hal yang sudah jelas tertulis dalam Al Qur’an. Membawa label muslim, tapi menghancurkan tempat ibadah, melarang orang lain beribadah. Itu tidak diajarkan Nabi!
Sungguh ketika membaca tulisan sahabat saya, ‘apakah saya ini sudah benar-benar muslim?’. Saya termenung lama. Dan menangis. Kalimatnya begitu menohok hati.
Kita masih punya banyak waktu, untuk membawa kita kembali ke jalur muslim sebenarnya. Mungkin terlalu klise. Tapi, tidak bagiku.
Sudahi saja saling debat. Sudahi saja memberi informasi yang tak jelas keabsahan. Sudahi saja membawa ayat hanya untuk ego. Sudahi saja mengkotakkan satu suku, aliran, agama, ras. Sudahi saja merasa paling benar dengan pemahaman. Sudahi saja .. Sudahi saja.. Toh, nantinya ketika salah satu dari mereka yang terpilih, kita harus mendoakan dan mendukung mereka.
Islam itu rahmatan lil alamin. Jangan merusak predikat itu dengan ego Anda.
Mari sama-sama merenung, apakah kita sudah benar-benar muslim?
Pertanyaan yang harus ditujukan kepada diri kita sendiri. Kalo muslim, harusnya kita tidak perlu ikut berdebat kusir. Kita cari tau yang paling baik. Kriterianya apa, ya yg yang sesuai dgn Islam yang jadi rahmat bagi semua.
nice post Ranny 🙂
Huaaaa… aku baru tau maksudnya wudlu ituuu.. ternyata ada hubungannya sama calon 2 toh. Wah wah.. yasudahlah..
Wuiih.. aku belum tau berita tentang “wudlu” itu loh mbak. What happen? Wudlu yg kayak gimana yg dilarang. Khan sudha jelas di buku fiqih atau buku agama ketika SD yg dikeluarkan DEPAG. Apa memang ada yg “memporakporandakan” hal itu? Wah wah..
Aku pernah baca status instagram temen yg bilang kalau malam jumat itu kita harus mulai meninggalkan baca surat Yasiin dan memulai untuk membaca surat lainnya yang “menurut dia” hadistnya sohih..
Aku langsung marah2 dengan statemen dia. Why? membaca al quran itu khan dapat pahala, dan nggak ada yg melarang baca yaasiin di malam jumat. Itu khan tradisi yg baik. Why not? Kalau nggak ada tradisi itu, mungkin orang jadi gak pernha baca surat yaasin. Trus apa dong manfaatnya kalimat “mari meninggalkan surat yaasin”? khan yaasiin sama2 ada di dalam al quran?
Aku rasa orang2 yg sempit seperti itu belajar agama niatnya sudah salah. Dia kepingin agama itu cuma satu pendapat saja. Padahal banyak sekali ahli tafsir di dunia ini. Mereka (para ahli tafsir itu_ punya dasar sendiri2 yg satu sama lainnya gak boleh saling memaksakan harus mengikuti pendapat satu sama lain.
Mungkin akan tahu kalau sudah di arab sono, orang sholatnya macem2 caranya. Kalau berani, coba yg sholat gak sesuai dengan “pendapat dia” ditegur. Berani gak? haha..
Yah, semoga Indonesia makin damai aja deh. Masa2 sekarang ini kok kayak kembali ke jaman primitif. Isu SARA yg seharusnya udah punah di zaman purbakala harus kembali menyeruak lagi..
*ikutan esmosih*
Iya saya juga kadang greget dengan ulah pendukung yang terlalu berlebihan. Siapapun Capresnya kita do’akan yang terbaik untuk Indonesia, untuk bumi Allah, bumi kaum muslimin 🙂
Salam kenal Mak 😀
Suka tulisan ini. Mencerahkan 🙂
prabowo orang baik, jokowi orang baik, orang-orang yg mengumbar kejelekan2 dan memfitnah merekalah yang tidak baik.
sama mak. capek dan eneg gara-gara urusan copras-capres ini….. 🙁