Mencintai dan berdamai dengan diri sendiri.
Agak lama saya memandang sebaris tulisan itu di layar laptop sambil menikmati kilasan kejadian lampau. Topik yang diangkat oleh Mak Echa untuk giveaway kali ini cukup rumit. Rumit bagi saya karena harus bisa membagi rasa dalam sebaris kalimat demi kalimat. Well, i’ll try my best, ya, Mak.
Mencintai Diri Sendiri
Yang pasti bagi saya bukan berhubungan dengan egoisme. Saya pernah berada di satu titik di mana saya begitu membenci diri saya, satu masa di mana saya merasa hina dan buruk.
1 April 2011. Mungkin bagi sebagian orang itu ‘merayakan’ april mop, tapi bagi saya itu adalah titik terendah dalam hidup. Atas sakit yang saya alami selama berbulan-bulan. Sakit yang tak terdeteksi oleh USG maupun rontgen hingga dokter obsgin. Sakit di bagian perut kanan terasa seperti dihunjam berkali-kali belati itu saya rasakan sejak akhir 2010, tidak rutin tapi sekali sakit cukup membuat saya minta izin pulang kantor dengan wajah pasi.
Malam itu (30 Maret), sakitnya berkali lipat dan terus menerus. Obat pereda nyeri pun tak mempan. Sempat terlintas bahwa ini akhir hidup saya. Bahwa saya tengah meregang nyawa. Bersyukur, saya cepat masuk rumah sakit. Dan dari hasil USG 3D, ada kista yang melilit tangkai ovarium. Jadi, letaknya itu di belakang tangkai, sehingga tidak terlihat oleh USG biasa. Diputuskan juga saat itu harus segera dioperasi kalau tidak akan mengancam hidupku. Cairan dalam tubuh makin berkurang karena muntah akibat menahan sakit. Keesokan hari, pukul setengah delapan, saya masuk ruang operasi.
Selesai operasi, keadaan saya membaik. Beberapa hari setelahnya, saat mau pulang, Cici mengabarkan satu berita yang membuat napas saya terhenti. Ovarium kanan saya telah diangkat. Mama dan Cici gak berani mengatakan dari kemarin takut kondisiku drop. Bermacam hal buruk pun melintas di benak. Apa saya bisa punya anak? Kenapa ini terjadi, Tuhan? Begitu burukkah saya sehingga ditegur seperti ini? Ya, pertanyaan amarah seperti itu melingkupiku.
Saya menjadi tidak percaya diri, saya membenci diri saya, apalagi bekas jahitannya tidak rapi seakan menjadikannya tanda bahwa saya pernah berada di titik itu. Selesai operasi, hubungan dengan kekasih yang sudah serius pun usai. Stres? Jangan ditanya!
Tapi.. Ternyata Dia masih merengkuhku. Mungkin berkat doa-doa dari keluarga dan sahabat, saya bisa menemukan ketenangan.
“Ran, u deserve a better one! Kehilangan ovarium bukan berarti akhir hidup.”
“Pasti akan ada yang mau menerimamu, Ran!”
“Siapa bilang ovarium hanya satu gak bisa hamil?”
Kalimat-kalimat itu terlontar dari sahabat-sahabat saya. Dan membuat saya introspeksi diri. Saya merenung lama.
“Kenapa saya harus menyalahkan terus diri ini? Oke, saya salah karena tidak menjaga kesehatan, bukankan ini teguran akan kebaikan?”
“Coba lihat, terkuak kan kebusukan dia! Dia memang gak baik untuk kamu!”
“Look, sepupumu juga ovariumnya satu, toh bisa punya dua anak.”
Seperti itulah percakapan yang terjadi di dalam benak. Akhirnya, seperti ada yang menampar, saya pun sadar bahwa gak ada guna menyalahkan diri sendiri. Harus bisa move on, kalau terpuruk terus berarti saya merusak masa depan. Semangat itu kembali hadir.
Mencintai diri sendiri itu perlu, karena dengan begitu kita akan lebih menghargai apa yang ada dalam diri kita dan apa yang telah kita dapatkan selama ini. Bagi saya, mencintai diri sendiri bisa dilakukan dengan cara, coba berdirilah depan kaca, look at ur self. Pantulan bayangan kita, menunjukkan siapa kita, gendut, kurus bukanlah masalah! Lihatlah lebih dalam, potensi apa yang kita miliki, coba lihat lebih dalam lagi, apa saja hal-hal positif yang telah kita lakukan. Dan dari situ, kita akan sadar bahwa kita ini unik, kita ini beda dari yang lain, tak ada yang bisa menyamai kita.
Berdamai dengan diri sendiri? Hal itu akan terjadi seiring kita bisa mencintai diri kita. Memang klise jika dibilang, damai itu indah, tapi walau klise hal itu memang nyata. Damai memang indah. Hidup kita pun jadi tenang.
Setelah kesusahan akan datang kebaikan, sebagai umat Muslim, hal itu sangat saya yakini. Setelah berbulan didera perasaan bersalah, membenci hidup, saya menemukan seseorang yang bisa menerima kondisiku. Ya, dia suamiku. Setahun setelah pernikahan, kami dikaruniai seorang anak.
Hingga saat ini, saya sudah melewati tiga kali operasi. Keren lah, ya, hehehe.. Tapi, hal itu tidak lagi menyurutkan saya untuk lagi membenci diri sendiri. Ada mereka yang selalu menggenggam tangan saya.
**
Don’t u ever wish
U were someone else
U were meant to be
The way u were exactly
Don’t u ever say
U don’t like the way u are
When u learn to love urself
U better off by far
Stay The Same – Joey McIntyre
:”) dan alhamdulillah….sekarang semua sehat ya mak…
makasih dah ikutan :*