Saya adalah penikmat dan pelaku fotografi.
Ketika saya memotret sebuah objek, kadangkala hasil akhirnya (setelah editing) saya lengkapi dengan watermark yang bertuliskan : Ranny’s Kitchen (untuk foto makanan) dan Ranny Photography (untuk foto nature dll).
Kenapa saya membubuhkan watermark?
Begini, satu objek foto butuh berkali jepret untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Sebagai contoh, foto makanan. Bagi food photographer dan food blogger, sudah tau gimana rempongnya memotret sebuah makanan. Saya memang tengah memelajari food photography. Nah, ketika ingin melakukan sebuah pemotretan makanan banyak hal yang harus saya lakukan seperti :
- Menentukan styling
- Menentukan props
- Komposisi agar seimbang segala benda pendukung
- Plating untuk makanan nampak pas takarannya di piring
- Pencahayaan di mana perlu ada reflektor atau difuser
- Menentukan sudut foto
Rempong? Iyes!
Kadang kalo capek, saya crop beberapa step, cukup cari cahaya pas, pilih props, plating mah tetep, tapi tetap saja saya butuh berkali-kali jepret dengan berbagai sudut foto. Belum lagi tengah motret ada tangan anak yang tiba-tiba nyempil, atau teriakan si Kei. *pusing pala mamak nih*
Baca juga : 7 tips motret makanan dengan kamera ponsel
Contoh lain lagi, ketika saya motret di jalanan. Saya menemukan satu objek yang pas, iya saya akui itu candid tapi momennya itu! Saya sering menyebut foto itu : memotret momen. Agak sulit didapatkan. Nggak rempong kayak foto makanan memang, hanya saja momen itu berharga banget. Dikit editing saja, dan okesip!
Jadi, paham bukan mengapa saya membubuhkan watermark di beberapa foto?
Ya, foto-foto itu saya jepret dengan usaha. Wajar bukan, saya menyertakan sebuah watermark sebagai penghargaan atas apa yang telah saya lakukan.
Sebaiknya di mana menempatkan watermark?
- Negative space
Yang dimaksud negative space adalah bagian kosong di sekitar foto.
Saya selalu mengusahakan tiap motret makanan ada negative space walaupun kecil. Selain untuk nulis nama makanan, berguna banget untuk penempatan watermark. Bisa juga dijadikan area untuk typografi jika foto itu akan dipost di blog.
- Sudut
Entah sudut atas atau bawah. Nah, yang ini mah umum banget kan digunakan semua orang. Kadang di sudut kanan atas, kiri bawah. Pokoknya ada space dikit saja deh.
- Bagian tengah
Ada salah satu teman saya di IG, dia selalu menempatkan watermaknya di tengah bawah foto. Dan itu jadi ciri khasnya. Semua foto watermarknya di tempat yang sama. Bisa juga bagian tengah atas. Tergantung dari mana kamu merasa pas saja.
Baca juga : street photography
Ada satu bagian yang paling saya hindari untuk penempatan watermark, di objek foto!
Saya tiap melihat foto terus objeknya ada watermark selalu sedih saja lihatnya. Apalagi foto makanan. Iya sih alasannya untuk keamanan biar nggak dicuri. Barangkali bisa disiasati, nggak pas banget deh menimpa makanan, di pinggirnya saja.
Ada pengecualian menempatkan watermark di objek menurut saya : jika kamu memiliki usaha online.
Saya sering banget menempatkan watermark di bagian tengah produk. Bukan hanya saya saja, tapi seluruh pelaku usaha online melakukan hal yang sama.
Foto di bawah ini adalah contoh yang baik penempatan watermark di objek foto. Tetap eyes catching kan
4 Hal ini sebaiknya diperhatikan ketika kamu menempatkan watermark
- Jika bukan foto produk usaha online, alangkah baiknya watermark nggak ditimpa di objek foto.
Tapi, perlu dibedakan nih, kita sebagai blogger seringkali menerima produk untuk direview ataupun foto pendukung. Untuk blog post, saya lebih memilih untuk melakukan poin ini.
Alasannya?
Lebih ke nilai estetika. Kita sebagai blogger ketika mereview produk secara nggak langsung menjadi ‘brand ambassador’. Tugas kita untuk memberikan visual yang menarik bagi pembaca. Serius deh, saya ketika membaca satu postingan yang ada foto terus dengan semena-mena menempatkan watermark, jadi ilfil bacanya. Nggak hanya produk saja, foto pendukung seperti foto traveling atau foto alam, terus watermarknya di tengah, BHAY! Udah di tengah, fontnya gede, warnanya gonjreng. Aimakkkkkk >.<
- Perhatikan font, size dan warna watermark
Ini penting bagi saya!
Saya selalu menggunakan size yang kecil untuk watermark. Untuk pemilihan font, paling sering gunakan : courier, caviar. Warna saya pilih yang netral seperti putih, abu-abu atau hitam. Untuk warna ini tergantung dengan warna foto ya, kalau boleh jangan kontras dengan warna foto. Kalaupun kamu memilih watermarknya itu berwarna hidup, ada baiknya memilih warna yang eyes catching dengan latar foto. Coba tengok akun IG @sefafirdaus, saya suka warna yang menjadi watermarknya.
- Untuk foto anak, baiknya watermarknya sedikit menimpa bagian tubuh
As we know ya, kejahatan online yang mengambil foto anak kita itu sangat mengerikan. Karenanya, saya mulai mengurangi banget menguplod foto anak-anak. Nah, buibu saran yang baik nih jika mau uplod foto anak maka dikasih watermark di bagian tubuh anak, jangan di wajah yes 😀 hehehe setidaknya bisa meminimalisir penyalahgunaan foto di dunia online.
Terimakasih untuk Mbak Mutz Angraini dan Mbak Ria Rochma atas sharing poin ini.
- Penggunaan logo untuk watermak, ada baiknya memilih warna yang eye catching atau nggak ketika mau ditempatkan di objek, logonya dibikin transparan
Ada beberapa foto yang sering saya lihat menggunakan logo. Nggak masalah. Hanya saja saya sebagai penikmat foto lebih senang melihat logo yang warnanya nggak gonjreng *maaf soal selera nih*. Kalaupun harus colorful kan bisa ya memilih warna yang eye catching gitu.
Untuk penempatan logo ini, kembali lagi ke atas ya, tergantung untuk keperluan apa. Dan alangkah baiknya juga kalo untuk logo dibikin transparan.
Logika nih, logo kamu itu colorful terus ditimpa di objek foto yang berwarna, errrr punya sense of art nggak? *sorry to say babe* ini dari sudut pandang penikmat foto loh, ya. Kalaupun logo kamu colorful maka tempatkanlah itu di negative space atau sudut.
Guna apa watermark toh saat diuplod lalu masuk ke dunia internet itu menjadi milik bersama, dan tetap saja dicuri!
Seperti kata Mak Carolina Ratri di postnya yang ini : internet bukanlah bak sampah!
Saya setuju banget! Ini bagi saya tentang mindset ya. Semua yang ada diinternet itu mempunyai pemilik. Masa iya nggak ada yang bikin terus tiba-tiba nongol di internet? *hellooo* Pastinya punya kan. Jadi, tolong singkirkan pemikiran bahwa internet adalah bak sampah!
Ada baiknya etika itu tetap diterapkan dengan mencantumkan sumber fotonya dan kalaupun ada watermak, dibiarkan saja jika kamu mau ambil foto dari internet.
Baca juga : memotret orang lagi ibadah, yay or nay?
Tapi, tetap saja ada orang-orang yang mengambil foto di internet nggak cantumin sumber, watermarknya dihilangin (sering terjadi untuk foto makanan dan ada resep). Golongan orang ini bagi saya orang yang NGGAK ADA ETIKA! *ups sorry kapslok jebol* Hal ini 11-12 sama orang yang suka ambil konten blog orang lain lalu nggak dicantumin sumbernya. Seakan-akan dan seolah-olah dialah yang bikin kontent itu. Poor you!
Kalau kamu ambil foto dari penyedia foto gratisan sebangsa pixabay, nggak masalah untuk nggak cantumin kredit foto, mereka rela fotonya diambil. Mengutip Mak Carolina Ratri, walaupun free, ada baiknya sesekali kamu ‘beliin kopi’ buat si pembuat image, tentu akan baik sekali bukan?
Jika kamu merasa apa yang saya tulis di atas itu rempong, it’s fine. Nggak pakai watermark pun nggak masalah, yes! Bahkan menurut saya lebih baik nggak ada watermark daripada ada tapi merusak keindahan fotonya. Dan, jadilah user internet yang beretika ya.
Watermak menurut saya bagian dari seni foto itu sendiri. Bagimana menyajikan watermark tanpa merusak keindahan foto itu gampang-gampang susah. Bagi sebagian orang yang sudah sering melakukannya pasti memiliki ritme dan ciri khas.
So, watermark pada foto sah-sah saja dilakukan dan perlu diingat jangan sampai hal itu mengurangi nilai estetika foto itu sendiri.
Selamat berpuasa dan hari jumat, temans!
Setuju selama nggak merusak estetika. Dan ada purposenya…Bila tetap dicuri. Memang kalau sudah di internet susah ya…
Ah masukan bagus ini…saya suka ambil image tapi yang bebas dishare…juga ketika dari google. Moga2 tidak pernah yang tidak boleh bebas di share. Sumber gambar juga dicantumkan..semoga cukup menghargai pembuat.
@Mbak Fee : beneer mbak, sumber gambar dicantumkan itu bikin pembuatnya hepi ^^ coba kalau karya kita digituin, dicuri pasti sedih yes..
Mungkin ada yg pakai watermark segede gaban biar fotonya nggak dicolong orang, wkwkwk. Mengingat sekarangvyg pakai watermark di tengah pun dicolong 🙁
Trims sharingnya 🙂
ada bagusnya juga seh di watermark, biar gak asal di comot orang.
Watermark buat fotografer semacam signature buat illustrator.
Sudah berkali-kali aku diingatkan sama teman-teman untuk selalu bubuhkan signature di setiap sketsa yang aku bikin. Tapi … aku selalu lupa 😆
Untuk foto, kayaknya aku makin males-malesan sekarang. Alasannya sama Mas Dani, udah makin jarang pake foto sendiri.
Yang PR banget itu yang signature di sketsa itu. Tapi so far aku belum pernah liat diakui sama orang sih. Kalau disontek sih sering liat hahahaha. Tapi biarin aja kalo disontek mah. Dulu aku belajar juga dari nyontek, baru kemudian bikin sendiri. Mungkin si penyontek lagi belajar juga. Kan sama-sama belajar jadinya. So far, belum merasa dirugikan.
Thanks for linking me ya, darl :-*
sekarang tiap upload foto saya selalu pake watermark karena foto yang di upload kebanyakan foto makanan, bikin logo watermark sendiri yang warnanya transparan jadi tinggal tempel tiap mau upload foto hehe.. lumayan untuk antisipasi biar gak di colong orang, walaupun banyak juga oknum yang niat banget nyolongnya sampe hapus watermark di fotonya *gemeeesss
“Watermak menurut saya bagian dari seni foto itu sendiri. Bagimana menyajikan watermark tanpa merusak keindahan foto itu gampang-gampang susah. Bagi sebagian orang yang sudah sering melakukannya pasti memiliki ritme dan ciri khas.”
Wah ini nih yang susah. Saya termasuk yang nggak pernah pakai watermark, karena nggak yakin, apa iya ada yang mau nyolong foto-foto saya? Hehe, kayaknya mindset kayak gini musti pelan-pelan disesuaikan, ya :)) Nggak ada salahnya jaga-jaga dan cari cara bikin watermark yang pas.
Thanks for sharing Mba 🙂
aku selalu kasih watermark mba.. tapi kecil, transparan dan di pojok kanan bawah foto 😀
Aku lebih suka pakai watermark berukuran kecil dengan dua pilihan warna, kalau nggak hitam ya putih mbak tergantung background fotonya. 😀
Wahah aku masih males nempelin watermark. Males ngeditnya dan masih keliatan berantakan kalau kasih watermark. Akan aku coba tipsnya, maak. Makasih yaa
Kereeen postnya Mbak Ran! So far udah meninggalkan watermark karena foto udah jarang pake foto sendiri. Hahahaha. Ini baca ini jadi inget judul tugas akhir saya dulu. Digital image watermarking using gaussian distribution on discrete cosine domain. Bahahahaha
Saya masih memegang teguh aspek estetika tapi ga mau ga pake watermark. Hehehehe
Thanks tipsnya Mba Ranny, terutama watermark untuk foto anak. Ada benernya juga, ya, untuk kena sedikit di bagian tubuh anak supaya meminimalkan hal2 yang gak diinginkan. Aku baru ngeh, nih.
Sayang jarang pakai watermak Mba.
Tapi biasanya penempatan judul blog suka ditengah gambar. Penempatannya harus sama kaya watermak gak si Mba?
Kalau saya sih cenderung pake watermark. Alasannya bukan karena fotoku yang cetar tapi usaha untuk menghasilkan foto itu yang nggak mudah banget buat amatiran macam saya.Ini untuk apresiasi terhadap usaha yang saya lakukan dalam memotret. Begitu…
Nah soal penempatan dan dll saya masih belajar. Penginnya kayak punya mba sefa. Satu watermark dipake terus tp blm nemu yang pas.
Saya meskipun belum pinter motret, tapi kadang untuk foto makanan suka saya tulis “kayusirih”, hehe.. Tapi alhamdulillah sih kecil tulisannya. Ini soal estetika aja Mak. Kayaknya kalo kegedean jg ga bagus malah lihat fotonya.
Untuk foto hasil prakaryaku, biasanya watermark di tengah, tapi transparan & kecil. Masih belum rela uy kalau hasil prakaryaku diakui orang lain.
Kalau foto2 lain, watermark cukup di sudut, tetap kecil & biasanya pakai warna putih. Yang penting ngga menimpa obyek foto. Tapi kadang ada juga foto yg ngga dikasih watermark, gimana mood .. hehe.
Foto2ku di blog udah beberapa kali dipakai org lain tanpa mencantumkan sumber. Disenyumin aja deh.
@Teh Dey: sayaa sukaaak foto-foto bungah teteh! 😉 nah setuju untuk di tengah baiknya transparan saja. Dan uhhhhhh sayaa sebeeel yang suka nyolong itu huhuhuhuhuh
Saya pernah diberi tahu teman, kalau upload foto di internet gunakan size yang kecil. Jaga-jaga bila ada yang menggunakan secara komersil dan di print dalam ukuran besar.
@Mbak Tri : nah setuju size font kecil biar enak dipandang, tapi kadang ada pihak yang menyebalkan sering crop karena size kecil, jadi balik lagi ya penempatanya hiks.. Thanks sharingnyaa mbak ^^