Sepiring Kelezatan Kupat Tahu Khas Tahu Pojok Magelang

Liburan ke Magelang tanpa mencicipi kupat tahu rasanya seperti masakan tanpa garam, hambar.

Minggu lalu, saya liburan keluarga ke Magelang. Sengaja memilih Magelang karena saya terlanjur jatuh hati pada salah satu hotel yang sangat family friendly. Selama tiga hari dua malam berada di kota sejuta bunga ini, saya tak ingin ketinggalan mecicipi kuliner lokal yang terkenal, kupat tahu.

Sedikit cerita, lahir dan besar di Indonesia bagian timur membuat saya sangat asing dengan menu yang satu ini. Tahun 2012, saya pindah ke Solo mengikuti Abang yang tugas di kota Pak Jokowi.  Selama tinggal di sini, beberapa kali saya melihat menu kupat tahu tapi saya urung untuk mencobanya.

Kalian mau tahu kapan saya pertama kali mencicipi kupat tahu? Tahun 2014 sewaktu liburan keluarga pertama ke Magelang. Barangkali kalian akan tertawa karena saya telat banget untuk mecicipi kuliner nusantara yang satu ini.

Tapi, bagi saya ada hal-hal tertentu yang membuat saya tergerak untuk mencoba atau melakukan karena adanya chemistry dan sayangnya itu datang setelah bertahun tinggal di Jawa Tengah.

Sudah pernah mencicipi kupat tahu kok baru sekarang nulisnya? Too bad, kupat tahu yang saya cicipi pertama kali kurang berkesan di lidah dan kalaupun saya ‘maksa’ untuk nulis hasilnya akan terasa datar.

Balik lagi ke liburan minggu lalu. Kami memutuskan untuk mencicipi kupat tahu di hari terakhir sebelum balik ke Solo.

Pagi itu, jalan tentara pelajar masih lengang. Jam di pergelangan tangan menunjukkan pukul sembilan pagi.

Deretan rumah makan kupat tahu masih terlihat tutup dan sepi dengan kendaraan yang parkir maupun melintas. Hanya ada satu rumah makan yang buka dan ramai.

Sayangnya, bukan rumah makan itu yang akan saya tuju. Abang pun memarkir mobil dan bertanya pada tukang parkir pukul berapa tahu pojokan dibuka.

“Tunggu bentar lagi aja, Mas, 15 menit. Tahu Pojok buka pukul 9.30,” ujarnya.

Ahh, nggak lama lagi. Kami pun memutuskan untuk menunggu.

“Mas, udah buka tuh,” seru tukang parkir.

Kami pun bergegas memasuki rumah makan Tahu Pojok. Ternyata, sudah ada satu keluarga yang duduk menunggu mendahului kami.

Baca juga : Nikmatnya sop buntut Bu Ugi Tawangmagu dalam hangat lereng Lawu

Kupat Tahu Pojok Magelang dengan kesederhanaanya

Kupat tahu

Rumah makan ini jauh dari kesan mewah. Ukurannya tidak lebar pun panjang.

Tahu Pojok ini berderet dengan rumah makan lain yang menyajikan menu sama, kupat tahu. Dilihat dari bangunannya memang sudah tua. Cat berwarna hijau terlihat mengelupas di beberapa bagian.

Memasuki Tahu Pojok, penataan ruangan terlihat sesak namun bersih. Ada kurang lebih lima meja dan kursi panjang yang berderet.

Dan tiap meja dijejali gorengan dan beragam kerupuk dalam toples bening ukuran besar. Di sudut kanan ada meja kasir dan tempat untuk membuat es.

Di sudut kiri, di situlah kupat tahu diracik oleh seorang ibu yang kira-kira usianya sekitar 50 tahun, berperawakan mungil, rambut bergelombang sebahu. Beliau dengan cekatan menyiapkan bahan-bahan dan menyajikannya dalam piring-piring yang sudah tersedia.

Di bagian belakang ada dapur multifungsi. Seorang wanita paruh baya dalam balutan kebaya khas Solo terlihat sedang menunggui beberapa panci.

Walaupun bangunannya terlihat tua tapi kesederhanaan yang ditampilkan Tahu Pojok Magelang membuat saya betah.

Sepiring kelezatan kupat tahu khas Tahu Pojok Magelang

kupat tahu7

Karena datang pas buka, jadi kami harus menunggu beberapa saat untuk mencicipi kupat tahu. Saya pun sangat excited melihat proses penyajian kupat tahu ini.

Si Ibu dengan cekatan mengaduk kuah kacang yang dicampur dengan air panas. Sambil menunggu tahu kelar digoreng, si Ibu mengulek satu siung bawang putih untuk tiap piring lalu memasukkan bahan-bahan lain seperti kecambah, lontong, kol, bakwan, seledri, daun bawang, garam ke dalam piring-piring yang tertata rapi di meja.

Ternyata kupat tahu ada beberapa versi. Bisa nggak pedas, setengah pedas dan pedas. Tentu saja saya memilih nggak pedas, kasihan perut ini sudah nggak kuat dengan makan pedas.

Akhirnya setelah menunggu kurang lebih 15 menit, kupat tahu pun tersaji di depan kami.

Hidung ini langsung menghidu kuah kacang yang menguar. Saya pun nggak sabar untuk mencicipi kupat tahu yang menjadi favorit keluarga Pak SBY ini.

Sensasi lembut tahu yang digoreng basah membuka perjalanan citarasa kupat tahu ini. Tahunya langsung lumer di dalam mulut.

Tebakan saya, ini adalah tahu Sumedang atau tahu Cina. Lembutnya khas banget apalagi digoreng basah, tidak kecokelatan. Yang membuat saya jatuh hati adalah kuah kacangnya.

Walaupun kuahnya tidak pekat, tapi kombinasi manis yang dominan, ada asinnya sedikit membuat mulut ini tak mau berhenti mengunyah! Baru kali ini saya jatuh hati dengan rasa manis yang pas di lidah.

Sendok-sendok berikut bikin hati berseru, “Gila, kupat tahu ini enak banget!” Apalagi ketika bakwan dicampur kecambah, kol dan kuah masuk ke dalam mulut, “Heavenly!” Lupakanlah perkara diet, kupat tahu ini nggak boleh dilewatkan sedetik pun.

Nggak sampai 10 menit, kupat tahu pun tandas!

Baru kali ini saya benar-benar merasakan sepiring kelezatan kupat tahu. Selama ini saya selalu skeptis dengan menu yang menggunakan tahu sebagai bahan utama.

Kenapa? Karena nggak semua bisa menyajikan tahu yang pas! Tahu Pojok sukses membuat saya jatuh hati.

Sepiring kupat tahu disajikan bareng teh hangat adalah salah satu sarapan pagi terbaik yang pernah saya alami.

Resep temurun adalah kunci kelezatan menu Tahu Pojok Magelang

kupat-tahu3

Jika kalian makan di sini, cobalah melihat ke dinding. Di situ berjejer rapi bingkai foto yang menunjukkan orang-orang terkenal yang pernah makan di Tahu Pojok. Dan paling terkenal tentunya Pak SBY.

Tahu Pojok sudah ada sejak tahun 1952. Sekarang ini dipegang oleh salah satu pewarisnya, Bu Kuntari. Sayangnya pagi itu beliau belum datang.

Resep yang dijaga secara turun temurun memang dikenal sukses membuat pelanggan menjadi loyal untuk selalu kembali sekaligus menjaring pelanggan baru. Dan inilah yang dilakukan oleh Tahu Pojok. Citarasanya dipertahankan pun dengan bangunannya.

Saya sangat menyukai perpaduan bangunan tua, penataan sesak namun sederhana dan resep temurun. Perpaduan tersebut membuat saya seakan tersedot ke pusaran waktu yang membawa saya ke masa lampau.

Saya menikmati sensasi itu!

Untuk kamu, kamu dan kamu yang mengaku pecinta kuliner, sempatkan waktu untuk mencicipi tahu kupat milik Tahu Pojok ini. Yakin deh, kalian pun akan jatuh hati sama seperti saya.

Perut sudah terisi, perjalanan kembali ke rutinitas pun siap saya lakukan.

Baca juga : Mencicipi lezatnya soto segeer Hj. Fatimah Boyolali untuk sarapan

**

Harga :

Kupat tahu – Rp. 12.000,-

Teh hangat – Rp. 4.000,-

Gorengan mulai dari Rp. 2000,-

Kerupuk mulai dari Rp. 2000,-

Tersedia juga aneka es

Tahu Pojok Magelang

Jl. Tentara Pelajar no. 14

Magelang, Jawa Tengah

Buka pukul 9.30 (senin-minggu)

Rating : 4,5/10

43 Comments

  1. Rudi Chandra 7 December 2016
  2. ghozaliq 5 December 2016
    • ranny 7 December 2016
  3. Nasirullah Sitam 18 November 2016
    • ranny 22 November 2016
  4. Tuxlin 18 November 2016
    • ranny 22 November 2016
  5. lianny hendrawati 17 November 2016
    • ranny 22 November 2016
    • ranny 16 November 2016
  6. Ria 15 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  7. Lidha Maul 15 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  8. Rotun DF 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  9. April Hamsa 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  10. Rach Alida Bahaweres 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  11. Sandra 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  12. Elisabeth Murni 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  13. Dhanang Sukmana Adi 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  14. astutianamudjono 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  15. luckman 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  16. Rika Wa 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  17. Hastira 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  18. Riski Fitriasari 14 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  19. Daniel kusumawardhana 13 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  20. Dewi Nielsen 13 November 2016
    • ranny 15 November 2016
  21. dani 13 November 2016
    • ranny 15 November 2016

Reply Cancel Reply