#Kei : 3 Hal Yang Takkan Terlupakan

#Kei -

Nggak terasa sudah seminggu usia Kei. Seringkali ingatan ini terlempar ke hari berbahagia sekaligus  mendebarkan itu. Ada tiga hal yang takkan saya lupakan di kelahiran Kei ini. Ya, cerita tentang proses dan pasca melahirkan. Yang akan selalu saya simpan dalam kotak ingatan. ^.^

  • Alergi Anti Nyeri

“Oke, Ranny, yang akan saya suntik pertama ini adalah anti nyeri, ya. Agak sedikit sakit. Tarik napas dan hembuskan. Sakit kontraksinya akan hilang,” kata dokter Joddie, dokter anastesi yang bertugas.

Ahh, entah apa yang harus saya bilang untuk penemu anti nyeri ini, keren abis dah! Dalam hitungan detik sakit kontraksi yang meremas perut bagian bawah itu lenyap seketika! Amazing!

“Ranny, ini adalah suntikan kedua.”

Setelahnya, dokter mencubit badan saya menanyakan apa terasa atau tidak. Proses selanjutnya, operasi dimulai.

Nah, selagi proses operasi, seorang suster menyuntikkan sejenis obat diinfus, katanya anti nyeri, saya lupa nama obatnya. Nggak berapa lama, saya merasa gatal. Saya pun coba tahan. Lalu, saat mau selesai dokter menyuntikkan lagi anti nyeri, nama obatnya Tramadol. Nah, kali ini saya merasa gatal lagi. Operasi selesai, otomatis saya langsung menggaruk leher, wajah dan bagian dada. Dokter Joddie pun panik.

“Astaga, kamu alergi!” serunya.

“Iya gitu, dok?” saya bertanya balik.

“Iya! Itu sudah merah-merah. Ini sejak suntikan kapan?”

“Yang pertama sama kedua, dok.”

“Ya ampun, masa kamu alergi dua jenis anti nyeri,” desah dokter Joddie.

Saya pun sedikit panik. Gila aja, anti nyeri saya alergi mau dikasih apa coba untuk redam nyeri ini? Iya kalau nyeri sakit hati bisa redam dengan cari pasangan lain. Hehehe..

“Ran, saya akan kasih obat diluar tanggungan BPJS, ya.”

“Iya, dok, gak apa-apa.”

Saya masih garuk-garuk badan ketika berada di ruang recovery. Nggak lama berselang, dokter datang membawa obat. Obatnya bukan suntik maupun minum, nah loh! Tapi macam selotip! Serius loh, SELOTIP! Makin canggih saja nih penemuan di bidang kedokteran.

Jadi, obat selotip ini isinya morfin, harganya aduhai lah untuk selembar kecil selotip obat. Kalau nggak salah harganya sekitar 270-an rb. Efek obat ini bikin saya ngantuk terus selama tiga hari! Di hari kedua saya mengalami pusing dan muntah-muntah sebagai efeknya. Jadi, selotipnya dipotong setengah. Beneran berasa macam pecandu saya. Kayak fly gitu.

Sebenarnya saya ini alergi obat golongan penicilin, dan kali ini bertambah lagi list alergi obat. Duh! Nggak pernah terduga sama sekali saya alergi sama kedua obat ini, karena sewaktu Athar, saya nggak ada alergi sama sekali. Hikz! Selama pengobatan pun, saya hanya mengandalkan selotip obat dan paracetamol sebagai anti nyeri.

  • Teknologi dan Suami Siaga

Sebelum memasuki kamar operasi, saya kiri pesan singkat ke abang mengabari saya akan segera masuk ruangan dan minta doanya. Pengin telepon hanya saja signal tidak bersahabat. Setelah operasi hingga masuk kamar, saya tidak memegang handphone sama sekali. Kata Mama, abang bolak-balik menelepon.

Bener deh, nggak berapa lama abang menelepon.

“Bang, adek udah di kamar. Alhamdulilah lancar,” ujarku.

“Alhamdulilah. Fotoin Kei dong, dek. Abang pengin lihat. Video call deh.”

“Iya, sayang nanti difoto abis ini. Yah, mau video call, signal jelek ini.”

“Ya udah, Kei ada di situ nggak?”

“Ada, lagi di samping dek ini, nyoba nyusu.”

“Coba speakerin handphone trus deketin ke Kei, abang mau adzanin.”

Asli, saya speachless. Mata saya memanas. Suasana pun jadi haru. Sebenarnya, saya ingin sekali abang ada di samping saya ketika operasi, tapi apa daya keadaan yang nggak bisa.

Saya sangat bersyukur dengan teknologi yang memudahkan ini, setidaknya Kei tetap bisa diadzanin oleh papanya walaupun jauh.

Yang lebih mengharukan lagi, ternyata malam itu abang sudah berada di Surabaya ketika menelepon. Saya pikir akan datang pakai kereta pagi keesokan harinya lalu disambung pesawat. Gimana nggak baper coba, abang baru saja balik dari Manado hari minggu terus lagi ribet karena akhir tahun, harus bisa capai target. Saya sudah hopless abang akan telat datang, ternyata tidak.

Yes, im really happy.. ^.^ Abang bisa menjadi suami siaga di tengah keruwetan kerjaan dan jarak yang memisahkan kami. Saya sedikit khawatir dengan direksi yang nggak akan mengizinkan abang, tapi alhamdulilah selalu ada jalan.

Terima kasih abang, sudah menjadi suami siaga.

  • Hadiah

Sebagaimana orang melahirkan pada umumnya, rata-rata yang datang mengunjungi membawa bingkisan. Nggak harus sih bagi saya, dijengukin saja udah bersyukur, nggak mesti harus bawa bingkisan tangan. Sahabat saya, Herke dan Mita datang menjenguk membawa hadiah kue dan satu set pakain berwarna pink. Begitu juga dengan sepupu yang datang membawa hadiah berupa bantal satu set, baby daiken, sama sarung tangan dan kaki. Well, it’s enough for me..

Tapi, ada satu hadiah yang berbeda dari mereka. Iya, sebuah foto!

Sekitar tiga hari lalu, pas Kei abis nyusu subuh, handphone berdering, notif dari salah satu aplikasi chat. Sahabat saya dari Eropa, Zoran, mengirimkan sebuah image dengan caption : Flower for Kei! Segera saya buka isi chatnya dan terpana. Bunga yang nggak biasa! Dan dia pun nggak mau ceritain bunga apa itu. Ihhh, kesel nggak sih! Tapi, saya senang.. ^.^

flower for kei

Zoran, sahabat saya dari Eropa yang pintar fotografi. Dan satu kebahagiaan dikasih special foto untuk Kei dari dia, apalagi saat dikasih ini, dia lagi liburan.

Hvala najlepse, Zoki! ^.^

Well, ini tiga hal yang tak terlupakan dari proses dan pasca melahirkan dari saya. Kalau temans ada nggak hal yang tak terlupakan?

13 Comments

  1. Lusi 24 January 2016
  2. dian farida 9 January 2016
    • ranny 10 January 2016
  3. ranny 9 January 2016
  4. ranny 9 January 2016
  5. Inge 7 January 2016
    • ranny 9 January 2016
  6. fanny fristhika nila 6 January 2016
  7. retno 6 January 2016
  8. Ety Abdoel 6 January 2016
    • ranny 9 January 2016
  9. Kopiah Putih 6 January 2016
    • ranny 6 January 2016

Reply Cancel Reply