15 Januari 2014 adalah hari yang takkan terlupakan bagi seluruh warga Manado.
Di hari sebelumnya, hujan terus mengguyur kota Manado. Seperti tahun sebelumnya, terlintas di pikiran kami bakal ada banjir di daerah yang biasa menjadi titik banjir. Malam tanggal 14 Januari sampai subuh hari (15 Januari), hujan disertai angin dan petir membahana di langit Manado. Paginya, langit berwarna abu-abu tua, tak ada secercah sinar matahari. Terbersit sedikit kekhawatiran di sudut hati, tapi kembali saya meyakinkan bahwa rumah kami tidak akan kena banjir karena pengalaman tahun 2000 silam, kala itu Manado didera banjir besar, lorong kami tidak kemasukan air.
Jam 2 siang.
Kabar jalan utama, lorong pertama dan jalan menuju keluar sudah banjir. Lorong kami sudah dikepung air dari ujung jalan kanan dan kiri, tapi kami masih yakin airnya tidak akan sampai ke tengah. Saya pun beranjak ke tempat cuci piring untuk menyuci botol susu Athar. Saya kaget melihat air sudah masuk di tempat cuci piring, tingginya dua senti di atas mata kaki. Saya pun buru-buru menyuci botol susu Athar.
“Maaaa, air sudah masuk ke tempat cuci piring!” seruku.
Mama pun mulai panik, kami berlarian ke depan rumah. Masya Allah, air dengan cepatnya sudah mengalir seperempat lorong kami. Kami dengan gegas mulai packing barang-barang. Mengisi segala keperluan Athar, mengamankan barang-barang elektronik, surat-surat penting, uang kami isi di dalam tas. Saya ke belakang ternyata air sudah masuk dapur. Panik pun menjadi-jadi, karena kami belum pernah terkena banjir. Alhamdulilah, ada beberapa tetangga laki-laki yang membantu mengamankan kulkas dan beras jualan warung serta barang-barang kami. Gak sampai setengah jam, air sudah menggenangi lorong dan rumah-rumah. Satu-satunya jalan kami harus mengungsi di masjid. Mama dan Athar tinggal di masjid, sedangkan saya dan cici beberes rumah.
Setengah jam berlalu, air depan rumah setinggi lutut orang dewasa, belokan jalan menuju depan, lorong pertama airnya setinggi dada orang dewasa. Depan jalan yang notabene adalah jalan protokol, airnya setinggi dada orang dewasa. Hujan pun belum reda. Listrik dan air padam. Ditambah komunikasi agak tersendat, telepon gak bisa. Beruntung masjid menggunakan genset jadi kami memiliki tempat berteduh yang alhamdulilah ada penerangan.
Air mulai surut ketika tengah malam, tapi tidak di depan jalan.
Suasana mencekam menyelimuti kami, berbagai kabar kami lihat di social media dan foto BBM, membuat air mata ini meriak. Manado tenggelam. Air yang datang bak air Bah, arusnya sangat kuat mengingatkan tsunami di Aceh. Daerah kami menjadi zona dilarang masuk. Perut pun mulai kelaparan, saya belum sempat memasak lagi bubur Athar, jadi Athar ditopang susu dan biskuit saja. Sungguh sedih hati ini :'(. Sekitar jam 9 malam kami mendapat bantuan nasi bungkus.
Suamiku pun ikut panik ketika saya mengirimkan foto banjir rumah kami. Abang pikir banjirnya biasa, abang langsung menelepon meminta kami pindah ke hotel depan jalan, tapi itu hal mustahal kami lakukan karena airnya masih tinggi. Saya tahu suamiku khawatir dengan keadaan kami apalagi setelah dia melihat berita di tivi yang menayangkan air di hotel Travello itu sudah melewati tinggi orang dewasa dan hanya bisa di akses oleh perahu karet. Kami hanya bisa berdoa semoga banjirnya cepat surut. Tidur kami tidak nyenyak karena hujan masih turun ditambah angin.
KOTA MANADO TERISOLIR, JALAN TRANS PENGHUBUNG PUTUS! << membaca berita ini makin nyeseeekk :(((
ALhamdulilah keesokan harinya air sudah surut, menyisakan lumpur di mana-mana. Dan kami sungguh terkejut saat menyadari, banjir kemarin telah meratakan rumah-rumah warga, mobil-mobil hanyut, menelan korban jiwa. Sungguh ini adalah banjir terdahsyat yang pernah kami alami. Kalau dianalogikan mirip tsunami, tapi tsunami kecil.
Jangan ditanya kerugian materil. Pusat grosiran, distributor yang notabene adalah kaum Chinese pun rata dengan air. Perekonomian kami jatuh. Banyak mobil-mobil bergelimpangan di mana-mana, hancur tak bersisa, rumah-rumah terbawa arus, barang-barang hanyut. Sembako menjadi langka dan mahal, air isi ulang pun menjadi langka.
Abang sedikit panik dengan kondisi kami yang susah mendapatkan makanan, apalagi Athar. Dimintanya bantuan teman kantor cabang Manado untuk membantu kami. Sejak pagi kami mencoba mencari jualan makanan tapi rata-rata habis tak tersisa! Siangnya jam 11, teman kantor abang datang membawa 3 plastik soto ayam, makanan instan Athar, aqua 1 dos beserta snack 1 kaleng. Alhamdulilah.
Banjir yang mendera kompleksku adalah yang paling ringan. Sampai hari ini (23 Januari 2014), hujan masih turun, bantuan tenaga untuk membersihkan jalan dan pemukiman masih diharapkan, bantuan makanan, obat-obatan, baju masih dibutuhkan. Ketersediaan air bersih pun sangat minim karena patahnya pipa utama PAM.
Foto ini adalah kondisi rumahku
Ini adalah kondisi rumahku sehari setelah banjir. Alhamdulilah lumpurnya tak setinggi lorong sebelah.
Koleksi buku yang tak sempat kuselamatkan. :(( Nyesek banget liatnya hikz
Bencana kali ini adalah peringat keras bagi kami, untuk lebih menyayangi lingkungan, tidak lagi mereklamasi pantai menjadi pusat pertokoan, tidak lagi mengeruk gunung hanya semata kepentingan pribadi, menjaga diri dari maksiat, lebih banyak beribadah padaNya. Ingatlah tahun-tahun berikutnya, bukan tidak mustahil banjir seperti ini akan kembali meluluh lantakkan Manado, mungkin lebih dahsyat *allahuma dhafa min’kuli bala’* semoga itu tidak terjadi. Ingatlah, apa yang kita perbuat sekarang, akan dituai nanti. Sayangilah bumi, tempat berlindung anak cucu kita kelak.
Sampai detik ini, saya bersyukur sudah bisa pulang ke rumah dan tidur nyenyak, bisa makan, nonton tivi dan menikmati listrik. Hal yang saya sadari, bahwa harus bisa lebih mensyukuri nikmatNya.
Saya yakin, dibalik kesusahan akan datang kemudahan. Semoga kami bisa melewatinya.
Uluran tangan dan doa masih diharapkan untuk membangun kembali Manado tercinta. Doakan kami agar tidak terjadi banjir kedua kalinya.
Saya berterimakasih pada Bang Mesfy, yang dengan sukarela mengerahkan staffnya untuk membantu kami dalam bentuk makanan. Terimakasih juga untuk para donatur yang telah beringan tangan menyediakan makanan cepat saji untuk kami selama mengungsi. Terimakasih untuk para penyumbang yang dengan sukarela memberikan bantuan berupa beras, mie instan, aqua dan snack. Semoga kebaikan kalian semua dibalas yang lebih oleh DIA, Sang Maha Pemilik Jagat Semesta Raya ini. :’)
🙁 sedih aku….
tabah ya mak, semoga segera membaik keadaan
@Mak Icoel : Amin..Insya ALlah
ikut melelh mak, semoga segera surut dan tidak terulang lagi…amin.
@Mak Ida : Aminn.. makasih mak
masya Allaaah, sabar yaa mak
@Mak Tanti : Insya Allah sabar 🙂
maaaak….saya pribadi kaget banget waktu mendengan manado terkena musibah ini..Karena belum pernah dengan sebelumnya.kami di Jakarta yang sudah begitu biasa terkena bencana awal tahunan ini memang ‘sudah terbiasa”, tapi trbayang paniknya saat ini terjadi pertama kali..semoga semua lekas kembali normal dan kita semua selalu dilindung yang kuasa yaaa…
@Mak Indah : apalagi kami di sini ya mak yang gak pernah kebanjiran gini, paniknya level 5 🙁
Aku sempet BBM an sama dirimu ya mbak, woh trus diriku lihat berita di tipi tuh jadi ngerasa empati gitu, Mbak Ranny kayak apa ya nasibnya. Trus si Athar juga gimana yaaa… Tapi setelah baca postingan ini (dan bisa posting!) otomatis keadaan sudah membaik sekarang. Bersyukur banget!
Banjir Manado gak cuma buat ornag Manado sih hikmahnya, tapi buat semua orang di bumi ini. Mumpung Nganjuk masih asri dan (semoga selalu) gak ada banjir, tapi diriku jadi mawas diri gitu, gak buang sampah sembarangan dan gak nebang2 pohon di hutan (eh, siapa guwe kok nebang nebang pohon di hutan? haha)
Buat korban yg meninggal, semoga arwahnya diterima di sisi Nya yaa.. aamiiin…
@Mas Ndop : ho’h makasih bangeeet udah BBM yak ^.^ padahal beberapa jam seblumnya kami sedih lihat korban banjir Jakarta, eh, ternyata kami ikut rasain juga.. 🙂
Ikut nyesek Mak. Semoga Mak Ranny dan keluarga diberi kesabaran dan semoga musibah ini cepat berlalu. Cuma bisa bantu doa Mak. Rumah orangtua saya di Jakarta juga kena banjir, tapi alhmamdulillah ga parah, ga sampai mengungsi. Sedih ya lihat berita tanah air. :'(
Subhanallah ternyata kena juga ya Mak 🙁 Alhamdulillah kontrakanku aman, tapi kantor walikota cuma 10-15 menit dari sini, di sana dan sekitarnya parah sekali. Nyaris 100 jam tanpa listrik, cuma bisa mantau berita sesekali lewat HP, sementara keluarga & teman sudah pada heboh nanyain kabar karena katanya banjir bandangnya seperti tsunami. Yang penting sekeluarga selamat ya Mak. Semoga selalu sehat. Kabarnya banyak yang jadi tertekan akibat banjir dan harus dirujuk ke RSJ 🙁 Aku sendiri belum nonton berita tentang ini, tapi kabarnya hal ini diberitakan di TV.
*peluuuukkkkkkk*
Mak, speechless dehhh… dulu 2007 kalo ga salah, saya juga pernah kebanjiran waktu masih jadi anak kos di Jakarta. Nyeseeeeek banget karena banjirnya sampe sepaha dan barang yang gak selamat ya udah pasti ga bisa dipake. Untungnya kamar saya seutek aja ukurannya, jadi ngeberesinnya juga gak sampe sesak napas..
Gak kebayang dengan saudara-saudara di Manado yang kebanjiran sampai atap.. hiks..
Semoga setelah ini situasi dan kondisinya lebih baik lagi ya…
Alhamdulillah sudah surut. Parah benar kelihatannya ya. Ikut miris melihat2 buku2 yang tak terselamatkan itu
turut prihatin mbk…semoga kota Manado pulih kembali
Semoga cepat pulih kondisi di sana mak …
tapi anak – anak enggak apa – apa kan Mak? :'(
Ikhlas ya Ran,
Menerima = melepas. Dijalani apa adanya, semua itu hanya nunggu gilirannya saja kok
*Nyambung gak komentarku..?
Hiks… sedih deh lihat berita banjir Menado. Sembisa kembali seperti sedia kala….
@Teh Nia : makasih banget teh ^.^ amiin
peluuuk mak rani,,kita sama mak,,smpai hri ini kotaku jg seperti terisolir,,premium hbs,,hrga2 naik 40%,,cm mmang tdk separah d manado mak,,semoga segera berlalu ya mak,,
@Mak Tita : waduuhh, smoga gpp yah mak 🙁